Dahulu …
Ketika kecil, melihat megah dan indahnya acara pernikahan.
Seperti cerita cerita dongeng, princess, fairy tail. Sempat membayangkan,
seperti gadis kecil pada umumnya, jika waktu itu tiba, betapa indahnya …
Seorang pangeran tampan berkuda putih menghampiri,
mengulurkan tangan, bersimpuh di hadapan, would you marry me … J klise bangett ..
mainstream …
Waktu terus berjalan. Anak kecil itu pun terlupa akan
angan-angan. Hari demi hari layaknya siklus kehidupan berjalan. Sekolah dasar,
menengah, atas dan kuliah. Kesibukan hidup pada umumnya. Yang kalau dipikir-pikir dan diingat tanpa
ada kendala yang berarti. Cobaan dan ujian hidup tentu ada. Namun semua itu
menyisakan hikmah dan pelajaran yang tak terkira. Semuanya makin menyadarkan,
betapa hebatnya kuasa Allah yang maha berkehendak atas segala sesuatu. Dan
bahkan, sepucuk daun yang gugur pun adalah atas ketentuanNya.
Singkat cerita …
Ketika saat itu menghampiri. Bahwa belum sampai angan-angan
itu (angan-angan yang tadi disebut di atas itu loh) kembali terpatri di otak
dan pikiran, tiba-tiba pangeran itu datang …
Maka nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
Entah dari jalan manakah yang ia tempuh. Lewat jalan tol
atau sempat nyasar di jalan setapak. Dia … tiba-tiba datang lewat sebuah kabar
… sepucuk surat yang lugu dan foto diri.
Jodohku … (ashanti mode on)
Apakah ini dia … o o
siapa dia …
Surat itu bukan surat cintanya untukku. Namun sebuah surat
cintanya pada sang Khalik. Surat yang dibuat atas dasar keyakinan dan tsiqah
pada Illahi. Percaya bahwa surat itu akan mengantarkannya pada rizki jodohnya.
Dan … aku pun mulai tersipu membacanya. Tapi tetap kukunci
kuat gembok pertahanan rasa. Biar Allah saja nanti yang membuka. Kala itu,
bahkan sang bunda pun ikut tersenyum membaca surat biodata yang runtut,
komprehensif dan jujur apa adanya. Bocah ingusan mau ngajak nikah? :D
Sang Bunda pun agak bimbang, anak ku ini apakah sudah
matang? Hahaha… lugu, belum tahu apa-apa soal rumah tangga dan pernikahan.
Mungkin ada rasa iba padaku, bagaimana kah nanti anaknya akan melewati
hari-hari bersama orang lain dan berbagi kewajiban dan tanggung jawab.
Sanggupkah …
Bukan waktu yang lama … dari ‘saling melihat’ di walimah
seorang senior. Yang kayaknya sebenarnya, bukan benar-benar melihat. Melirik
saja tidak-eh mungkin sedikit. Malu …
Selanjutnya, dengan ditemani sang guru, hanya berdua saja,
bersilaturahim, bertemu sang calon mertua, bunda. Dan aku … mengeluarkan 3
cangkir teh hangat dengan jilbab hitam instan blusukan babat, yang sepertinya
terjelek yang ku-punya hahaha. Pakaian setelan bunga-bunga hijau hitam - yang
sepertinya sekarang malah trend – yang old fashion alias tua bangets dan tidak
kusukai. Dan setelah itu… aku hanya nguping dibalik tembok …
Mengingatnya pun membuat ku tersenyum …
Sebuah pertanyaan yang biasa diucapkan di moment itu, apakah
anak ibu masih sendiri? …
Dan tak lama pertemuan keluarga dilaksanakan. Persiapan
mulai digelar …
12 Oktober 2004
Tepat di tanggal masehi ulang kelahiranku, acara akad nikah
dan walimah dilaksanakan.
Acara yang sederhana. Entah apa yang ada di pikiranku pada
waktu itu. Tak ada angan-angan untuk bermegah, namun semata-mata mencari
berkah. Bahkan sempat terpikir cukuplah hanya akad nikah di Masjid Agung saja-
aku bersedia. Wow … kalo inget itu heran sendiri. Naaaah … sekarang kalo liat
video pernikahan orang-orang, jadi baper, pengen ngulang. Ini yang salah
imannya yang lagi up and down, apa perubahan pola pikir ya? :D
Tapi semua itu tak pernah kusesali.
Maka nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan …
Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT. Betapa buanyak
karunia dan nikmatNya yang telah diberi. Tak terhingga banyaknya.
Sebelum ku terlalu ingin, Allah telah beri. Suami, anak-anak
dan keluarga.
Pemberian Allah ini pastinya menuntut aku untuk lebih banyak
belajar dan lebih bijaksana.
Bersyukur bersyukur dan bersyukur… maka Allah akan berikan
kebahagiaan. Itu pasti.
Allah ya Rabb ku … terimakasih atas 12 tahun yang hebat ini
dan juga atas segalaaaaa yang telah terlewati hingga 34 tahun ini (sudah tua
ternyata). Umurku di dunia makin berkurang.
Semoga di sisa umurku ini, makin banyak keberkahan dan
kemanfaatan yang ter-raih.
Abinya anak-anak-ku, suamiku, terimakasih untuk segalaaaa
yang telah dilalui. Maafkan ku yang hingga kini masih terus belajar dan
berusaha menjadi salihah. Segala rintangan dan masalah yang kita hadapi, tentu
Allah akan berikan jalan keluar terbaik. Segala peristiwa bahagia yang telah
dilalui, Allah lah yang menjadikan itu jadi. Ana uhibbuka fillah.
Teruntuk anak-anak-ku,
kita salih bersama ya sayang-sayangku. Tak ada harta yang terindah
selain anak-anak dan keluarga.