Ina

hoho ... im back ...

Alhamdulillah di hari minggu ini yang santai dan bawaannya berleha2 kami sekeluarga diberikan kesehatan dan nikmat yang tak ternilai harganya, ketenangan lahir dan batin, insyaallah. Kebetulan, abi nabila lagi ada acara daurah dari hari sabtu di Langsa, so saya hanya berdua dengan Nabila, ya ditemenin wa' Pen seperti biasa sampai jam kerja sorenya. Seharian hari minggu ini, saya banyak browsing ke beberapa tempat, khususnya ke blog2 teman yang sudah lama tidak saya BW-in. Ternyata ga jauh beda dengan saya, moody-an dlm berposting. Dan pada akhirnya saya terdampar di blog salah satu temen kuliah saya.  Kesimpulannya, subhanallah, begitu mudahnya Allah membolak balikkan hati seorang insan. Saya membaca perjalanan hidupnya untuk selalu berusaha menjadi lebih baik dg dukungan zauj tercintanya. Hingga dia sendiri pun punya cita2 tuk resign dr pekerjaannya, dan ingin membuka usaha sendiri di rumah, dengan alasan untuk bisa terhindar dari ikhtilat dan konsentrasi untuk mendidik serta merawat anak2 mereka nanti. 

Well, saya pun sudaaah lamaaaa ingin punya usaha sendiri. Namun sebagai side job. Saya masih terlalu egois untuk melepaskan pekerjaan saya yang menghabiskan waktu itu, dari jam 8 AM hingga 4.30 PM, dengan gaji bulanan yg tetap walau tak seberapa. Dengan keangkuhan saya, saya berpikir sudah sewajarnya orang bekerja dengan berharap mendapatkan perkembangan karier, baik itu dengan promosi jabatan dan banyaknya pelatihan2. Sekali lagi dengan keangkuhan saya, saya berkata pada diri sendiri, sudah banyak pengorbanan yang saya lakukan, hingga saya terdampar di sebuah instansi di sebuah kota yang jauh dari ibu kota, pengorbanan semata2 untuk mendampingi suami dg mobilitas yg tinggi. Lagi-lagi dengan angkuhnya, saya berkata, seharusnya saya tidak disini, saya bisa tinggal di kota dengan fasilitas lebih memadai dan mendapatkan beasiswa di kampus ternama untuk pendidikan yg lebih tinggi. 

Astaghfirullah ... saya memohon ampun padaMu Ya Allah. Perjalanan waktu dan lingkungan nyatanya telah membuat saya terpana akan fananya dunia. Grafik iman dan ketaqorruban pada sang illahi entah sampai di titik yang mana. Saya masih ingat di tahun 2007, ketika saya bersedih menangis sedu sedan sewaktu ibu saya tidak mengijinkan saya mengambil beasiswa s2 yg sudah saya dapatkan, padahal suami memperbolehkan. Ibu meminta saya untuk serius mengurus pindah di instansi dan kota yang sama dg suami sesegera mungkin. Ahirnya saya bersyukur setelah itu, karena keluarga saya sendiri, selalu mencoba untuk meluruskan jalan hidup saya, sesuai tugas dan kewajiban saya. Insyaallah cita2 melanjutkan pendidikan masih bisa diambil nanti yang penting kami bisa selalu bersama membina keluarga kecil kami.

Ya begitulah hidup up n down. Seperti yg saya sebut di atas, namanya org barkarier pasti ingin ada perkembangan, begitu pun saya. Wajar memang, asal jangan ngoyo. Begitu saya sampai di kota yg saya tinggali saat ini, setelah sekitar 2 bulan, saya mengajukan pengusulan jabatan fungsional sesuai dengan syarat2 yang saya miliki. Namun ternyata pejabat instansi setingkat propinsi ini tidak memberikan acc, dg alasan saya baru saja pindah, dan musti bersyukur karena masih bisa ikut pindah mendampingi suami. Seddih sekali rasanya pada saat itu. Agak ga terima dg perkataannya, masak pindah ke daerah sejauh ini musti bersyukur?, pdhl syarat2 yg ada sudah terpenuhi dan bahkan sudah konsultasi dg atasan yg lebih tinggi lagi di pusat, sudah bisa di acc. Lagi2, saya mendapat wejangan dari ibu untuk selalu bersabar, percayakan segalanya kepada Allah SWT, kalopun harus melewati jalan ini, mungkin bisa mencoba lagi nanti. Tak cukup itu, ternyata Allah pun mengkaruniakan ketenangan hati pada saya lewat tayangan berita sebuah stasiun TV, tentang perjuangan hidup seorang bapak dg 2 anak yg menjadi guru honorer sembilan tahun tanpa ada harapan untuk kepastian menjadi pegawai. Astaghfirullah, saya pun menjadi lebih bersyukur atas apa yg saya hadapi.

Iman naik turun. Dengan meminjam alibi dan faktor apologi lingkungan, saya terbawa kembali akan carier oriented. Saya ingin rasanya mendapat pelatihan2 di luar kota atau bahkan dari pusat demi kemajuan karier tentunya dan untuk penyegaran, ciee. Dan akhirnya saya terpaku ttg tulisan teman kuliah saya tersebut. Tentang betapa takutnya dia apabila mendapat giliran dinas luar. Sedapat mungkin dia hindari untuk menjaga ikhtlat. Wow ... ya sudah. Saya pun kembali merenung ... sebenarnya semua itu untuk apa?.  Ya Allah aku mohon ampun padamu, karuniakanlah padaku dan keluarga kami indahnya bersyukur atas segala nikmat yg Engkau berikan pada kami.


2 comments:

  1. Anonymous3:42 PM

    Ummu nabila..
    Apa yang ina alami itu manusiawi kok,ingin berprestasi dalam karir..
    aku juga ngalami, tp setelah membaca bebrapa artikel, seperti di sini :
    http://jilbab.or.id/archives/623-ketika-ku-langkahkan-kakiku-keluar-untuk-bekerja/#more-623;

    http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=122 ;

    http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=757

    juga tausiyah dari zauji, trus aku jadi berpikir lagi na, dunia hanyalah sementara, dan akhirat selamanya.. maka manakah yang akan aku pilih..

    "Barang siapa yang akherat menjadi harapannya,Allah akan menjadikan rasa cukup di dalam hatinya serta mempersatukannya,dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan patuh dan hina.Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya. Allah akan menjadikan kefakiran berada di depan matanya serta mencerai-beraikannya,dan duni...a tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditetapkan baginya." {HR Tirmidzi}

    Smoga Allah senantiasa memberkahi kita petunjuk dan keistiqomahan dalam menjalankan syariatNya..

    Ana uhibbuki fillah sist ^^

    ReplyDelete
  2. Aku juga menyadari kita sebagai istri seseorang dan sebagai ibu dari anak-anak, apalah artinya berkarier tinggi kalo keutuhan rumah tangga gak harmonis. karena tetep aja, keluarga di atas segalanya. ketenangan dan kenyamanan ada padanya.

    Biarlah soal nafkah ada di pundak suami, kita bantu dengan tidak menomor duakan keluarga.

    ReplyDelete